FFA atau ALB

FFA kependekan dari Free Fatty Acid, yang kalau di bahasa indonesiakan menjadi ALB yaitu Asam Lemak Bebas, nah kalau bahasa palembangnyo apo yo?..., bahasa lampungni api ya?...,  bahasa bangka nya apa ya?...
Ngak tau lah nanti kita cari bersama sama padanan katanya biar mudah dimengerti.

Kalau melihat hasil akhir pengolahan di pabrik sawit mungkin kita akan melihat minyak cpo, dan kernel (inti sawit).  Mibyak cpo ini kalau di analisa ada nilai FFA nya kalau saya istilahkan kebasiannya atau ketengikkannya mungkin ya.  Karena bila nilai FFA nya tinggi maka minyak CPO tidak bisa dijual sebagai minyak CPO,  tapi dijual sebagai minyak kotor.

Kalau kita ambil contoh di kampung,  ffa ini mirip dengan proses pembuatan minyak kelapa,  dimana kelapanya di peras, nah santannya digoreng sehingga terpisah antara minyak dan tahi minyaknya atau orang jawa bilang blekiti.
Blekiti ini enak juga dimakan apalagi untuk campuran membuat sayur genjer tentu nikmat sekali. 

Nah saya kira FFA ini mungkin kalau di refenery (yaitu di tempat pengolahan CPO menjadi produk turunannya). FFA itu sama seperti blekiti itu kali ya.  Jadi itulah mengapa kalau orang atau pengusaha dari refenery membeli cpo harus selalu sesuai standar di mana FFA tidak boleh lebih dari 4 misalnya.  Karena adanya penurunan volume CPO bila FFA tinggi saat pemisahan CPO tersebut.  Tapi ini hanya analisa saya.

Lalu untuk di pabrik sawit,  bagaimana kita menahan laju FFA?
Untuk menahan laju ffa setelah buah dipetik yaitu dengan cara mempercepat proses pengiriman buah dari kebun ke pabrik,  agar buah tersebut dalam posisi segar saat diproses,  selanjutnya seminimal mungkin melukai buah itu sendiri karena saat terjadi luka pada brondolan buah maka laju kenaikan akan meningkat.

Kemudian melakukan perebusan secara maksimal baik itu double peak maupun triple peak. Setelah itu memastikan semua peralatan operasi dalam kondisi bersih saat operasi sehingga tidak menyumbang kenaikan FFA.

Sekian dulu coretan hari ini ya....
Nice to know you...